Jiwa yang Tercabik
Dulu, aku terlena dalam khayal,
Mengejar duniawi, mencari kesenangan yang fana.
Cerdas, kaya, sukses, itulah yang ku inginkan,
Terlupakan makna hidup, di hadapan Sang Pencipta.
Kini, aku terombang-ambing, di antara dua jalan,
Kekaguman pada iman, berbenturan dengan keinginan duniawi.
Manusia yang hebat di mata Allah, inilah yang ku inginkan,
Namun penampilannya sederhana, hatinya menjelma cahaya.
Dulu, aku memilih kemarahan, ketika harga diri terjatuhkan,
Menyalahkan orang lain, mencari kesalahan di setiap langkah.
Kini, aku berusaha bersabar, mencari hikmah di setiap cobaan,
Namun perasaan kecewa menyergap, menghancurkan ketenangan.
Dulu, aku mengejar duniawi, menumpuk harta dan tahta,
Ternyata kebutuhan hanya sebatas makan dan minum sehari-hari.
Kini, aku memilih bersyukur, menikmati apa yang ada,
Namun perasaan kehilangan menyergap, menghancurkan kesenangan.
Dulu, aku berharap membahagiakan orang tercinta,
Melalui kesuksesan duniawi, yang tak kunjung terwujud.
Kini, aku mencoba membahagiakan mereka dengan apa yang ada,
Namun perasaan kecewa menyergap, menghancurkan kebahagiaan.
Dulu, rencana hidup hanya berpusat pada duniawi,
Ternyata waktu tak menunggu, cepat berlalu tanpa bisa diputar.
Kini, aku mencari ridho Allah, menjalani hidup dengan iman,
Namun perasaan kecewa menyergap, menghancurkan kebahagiaan.
Tak ada jaminan untuk melihat terik matahari esok,
Tak ada jaminan untuk menghirup udara besok hari.
Hari ini adalah anugerah, hidup adalah peluang,
Mari kita renungkan, siapa kita dan ke mana kita akan melangkah.
Posting Komentar untuk "Jiwa yang Tercabik"
Posting Komentar