INTROSPEKSI
Akulah jiwa yang terlahir dari senja,
Yang hadirnya diiringi tangis dan duka,
Terbiasa berteman dengan lara,
Hingga teramat asing akan esensi harsa.
Tawaku yang kamu anggap candu,
Ialah sebaik-baiknya seni dalam menyamarkan sendu,
Membuatmu terlena dalam fatamorgana yang menawan.
Lembut suara ini membelai rungu hatimu,
Kamu jadikan pengantar tidurmu,
Namun tiada sesiapa yang tahu,
Bahwa ia pernah begitu melirih,
Menahan isak sesak kepedihan,
Memilih redam dan menenggelamkan diri,
Dalam lautan kesedihan yang tak berujung.
Aku adalah badai menjelma ketenangan,
Dalam diamku menyimpan gemuruh riuh yang kian bergejolak,
Memporak-porandakan jiwaku yang rapuh.
Terselip amarah yang mengarat dalam genggaman,
Melebur bersama api kebencian,
Sukar dilepaskan, seperti rantai yang terbelit erat.
Dan jikalau kamu kehilangan eksistensiku,
Carilah aku dalam keheningan,
Di tengah kegelapan, jauh dari keramaian.
Maka dipastikan dapat kamu temukan aku di sana—
Sedang membalut bilur-bilur nestapa dengan kebisuan hampa.
Aku adalah sekelumit teka-teki yang mungkin begitu sukar untuk kamu terka,
Mungkin juga tidak.
Sebab apa-apa yang kamu tahu tentang diriku,
Tak lepas dari kehendakku dalam mempersilakanmu,
Menjelajahi ruang bernama aku,
Yang penuh dengan misteri dan luka.
Tak perlu mencari tahu!
Karena selebihnya biarlah menjadi enigma,
Atas keengganan diri ini untuk menjabarkannya.
Sebab hidupku adalah milikku,
Posting Komentar untuk "INTROSPEKSI"
Posting Komentar